3.000 Anak Muda di Pedalaman Timor Dilatih Usaha Sayuran
Sebanyak 3.000 anak muda di pedalaman Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), dilatih untuk mengembangkan usaha sayuran dan buah buahan.
Ribuan anak muda yang kebanyakan adalah perempuan muda berusia 15-29 ini tergabung dalam 149 kelompok tani holtikultura dampingan Plan International Indonesia.
Deputi Direktur Plan International Indonesia, Nono Sumarsono, pada acara penutupan proyek pemberdayaan Ekonomi Kaum Muda (Young Women Economic Empowerment/YWEE) di Kupang, Senin (23/5/2016) mengatakan, proyek ini selain memberikan pelatihan pertanian hortikultura, juga membantu membuka akses pemasaran para kelompok tani tersebut.
“Setelah tiga tahun berjalan, proyek yang didanai Uni Eropa telah mendampingi lebih dari 3.000 anak muda, terutama perempuan. Kami juga mempertemukan kelompok-kelompok usaha tani itu dengan pelaku usaha hotel dan restoran yang terhimpun dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTT,” kata Nono.
Menurut Nono, kelompok tani ini menjadi alternatif yang baik untuk membuat perempuan muda di Timor untuk berdaya dan mandiri.
“Bahkan ada beberapa kelompok yang kami dampingi untuk mengembangkan hasil panennya untuk diolah menjadi bahan makanan dalam kemasan,” jelas Nono.
Senada dengan itu, Project Manager YWEE Plan Indonesia, Pramodhana Purnalaksita mengatakan, model pendekatan yang dilaksanakan dalam proyek YWEE di Kabupaten TTU dan TTS adalah membangun pendidikan dan pelatihan teknis pertanian hortikultura.
“Jadi kaum muda dilatih dan diperkenalkan juga dengam teknis budidaya pertanian yang lebih maju, misalnya penggunaan plastik mulsa dan teknologi iritasi tetes. Melalui rantai nilai produksi hortikultura, hasil pertanian dihubungkan langsung ke pasar,” jelasnya.
Nono berharap, kelompok tani yang sudah terbentuk di TTU dan TTS bisa terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah didapatkan selama mengikuti pelatihan. Mereka diharapkan bisa meningkatkan kualitas hasil pertanian serta memperluas pasar.
“Sehingga hasil panennya bisa langsung dijual dengan harga yang bagus. Kalau ini terjadi, maka pemerintah daerah lain, serta anak-anak muda di tempat lain bisa mencontoh model pemberdayaan ekonomi yang serupa,” katanya lagi.
Di tempat yang sama, Evaluator External Program YWEE, Eva Zhoriva Yusuf menjelaskan, kegiatan tersebut mempunyai makna ekonomisnya bagi kelompok tani dampingan Plan International. Selain bisa untuk kebutuhan rumah tangga, juga bisa memenuhi kebutuhan pasar. Kendala yang dialami oleh kelompok tani adalah masalah modal dan air.
“Walaupun demikian anak-anak dampingan tetap berusaha dengan apa yang ada pada diri mereka. Secara mikro, program ini punya dampak yang luar biasa bagi perkembangam ekonomi rumah tangga,” paparnya.
Dijelaskannya, program ini mempunyai dampak signifikan setelah Plan International melakukan pendampingan di TTU dan TTS.
Sementara itu, Bupati TTU Raymundus Sau Fernandez yang hadir dalam kesempatan itu mengapresiasi pendampingam yang dilakukan oleh Plan International. Bagi Fernandez, apa yang sudah diretas oleh Plan juga sudah dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten TTU.
Untuk urusan modal, menurut Fernandes, di TTU pemerintah sudah mengalokasikan Dana Sari Tani ke seluruh desa di TTU setiap tahunnya melalui APBD senilai Rp 300.000.000.
“Dana sudah ada di desa, tinggal diputar saja (dikembangkan,red) untuk melanjutkan kegiatan usaha produktif ketika program Plan sudah berhenti,” kata Fernandez.
Sumber : http://regional.kompas.com/
Penulis : Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere